Pelajar dan mahasiswi yang terjun di prostitusi memanfaatkan media sosial dan jaringan pertemanan untuk mencari pelanggan. DOK/ MODUS |
Tubuhnya semampai dengan rambut yang dibiarkan sedikit menutupi wajahnya. Awalnya sedikit malu. Setelah diajak ngobrol,Yuli-sebut saja namanya begitu- malah lebih aktif. Dia tanpa malu-malu menyebut tarif yang dipatoknya.
Yuli salah satu dari oknum pelajar yang terjun ke bisnis prostitusi ini. Perkenalan koran ini dengan Yuli melalui aplikasi chating terbaru di Android. Yuli memasang beberapa fotonya di fitur ini. Foto-fotonya tidak menggunakan seragam sekolah. Dia mengaku duduk di bangku kelas XI sebuah SMK di Kota Mataram.
Pada pembicaraan awal melalui chating, tidak mudah mengetahui Yuli terjun ke bisnis prostitusi ini. Melalui pembicaraan intensif, Yuli mulai terbuka. Dia tidak sungkan mengajak bertemu. ‘’Ketemuannya di tempat karaoke saja,’’ katanya.
Pada pertemuan itu, Yuli dengan gamblang menyebut bisa diajak kencan di hotel. Dia mematok tarif Rp 400 ribu untuk sekali kencan dengan durasi waktu 1 sampai 2 jam. ‘’Saya bisa di atas jam 3 sore. Sebelum Magrib, saya sudah harus di rumah,’’ ceritanya.
Praktik prostitusi ini tidak hanya dilakoni Yuli. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB menyebut, hampir sebagian besar sekolah di SMA sederajat di Kota Mataram, ada saja oknum pelajarnya yang nyambi jadi cewek panggilan.
Fenomena prostitusi di kalangan pelajar ini seperti gunung es karena jumlahnya sangat banyak. Yang muncul ke permukaan akibat terjaring petugas, hanya sebagian kecil.
Persoalan jaringan prostitusi di kalangan pelajar tidak lagi hanya berpusat di Kota Mataram melainkan juga sudah merambah hingga di tingkat kecamatan dan pedesaan di kabupaten/kota di ProvinsiNTB.
Hal ini pun ditemukan koran ini. Melalui bantuan seorang rekan, koran ini berhasil komunikasi dengan seorang pengelola hotel melati di wilayah Lombok Barat. Terang-terangan, pria ini menawarkan kepada koran ini cewek yang bisa dibooking. Tidak hanya perempuan yang memang berprofesi sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK), tetapi juga mahasiswi bahkan pelajar. ‘’Yang SMA juga ada. Tapi jangan hari ini, saya tanyakan ke ceweknya kapan siapnya,’’ kata pria ini.
Menurutnya, ada perempuan muda yang tercatat sebagai pelajar yang bisa diajak kencan pria hidung belang. Saat ada pria membutuhkan, barulah dihubungi. ‘’ Dari Lombok Barat ada, Mataram juga ada,’’ tuturnya. bisnis esek-esek yang terjadi di kalangan pelajar memang cukup menggiurkan. Pasalnya, diperkirakan nilai transaksi dari bisnis tersebut bisa mencapai ratusan juta dalam perbulan dengan keuntungan yang diperoleh banyak pihak. Meski, LPA NTB sendiri mengaku tidak memiliki data pasti terkait nilai transaksi secara menyeluruh dari bisnis tersebut selama sebulan. “ Tarif yang dipatok biasa berkisar Rp 400 ribu sekali kencan hingga termahal Rp 15 juta kategori perawan,” kata Ketua Divisi Advokasi LPA NTB, Joko Jumadi kepada Radar Lombok, kemarin.
Menurutnya, banyak pihak memperoleh keuntungan dari bisnis transaksi esek-esek di kalangan pelajar tersebut. Banyak pihak terlibat secara aktif dalam bisnis itu. Misalnya, oknum sopir taksi acap kali bertindak sebagai perantara antara konsumen dan PSK maupun dengan germo dan konsumen. Malah, acap kali sudah terjalin kemitraan dan kerjasama antara oknum sopir taksi dengan para PSK pelajar tersebut. “ Nanti mereka memperoleh uang jasa yang besaran terkadang sekitar Rp 100 ribu atau satu pertiga dari besaran transaksi,” ungkapnya.
Keterlibatan oknum sopir taksi, dikarenakan jasa mereka yang biasa digunakan para PSK pelajar tersebut untuk menemui para tamunya. Sehingga kondisi tersebut sudah sangat lumrah di kalangan para sopir. “ Bahkan, terkadang dengan sengaja para PSK ini meninggalkan nomor HP, agar bisa dicarikan konsumen,” urainya.
Beragam modus yang biasa dilakukan para PSK pelajar tersebut dalam menjalankan aksinya. Kendati, secara garis besar dengan menggunakan dua pola yakni, berjalan sendiri sendiri dan menggunakan germo.
Biasa para PSK pelajar tersebut sudah memiliki kelompok atau geng sendiri. Jumlah mereka berkisar antara 10 – 15 orang di dalam satu kelompok. Biasanya mereka menjadi penghubung di antara sesama temannya dengan para konsumen hidung belang atau mereka menjadi germo bagi temannya yang lain. “ Di antara satu kelompok itu bisa saling bertukar konsumen. Ini kalau sindikat berjalan sendiri-sendiri,” ungkapnya.
Praktek prostitusi yang dijalankan mereka sangat tertutup. Mereka tidak serta merta bisa menerima pelanggan. Karena sangat tertutup, sehingga mereka biasanya melayani permintaan dari penghubung yang bisa dipercaya. Sehingga penghubung itu harus dikenal dan menjadi bagian dari komunitas mereka.
Acap kali pola seperti itu digunakan juga bagi mereka yang memiliki germo. Namun bagi PSK memiliki germo biasanya, germo tersebut secara aktif mencarikan pelanggan bagi mereka. Jumlah asuh yang dikoordinir pun cukup banyak, bahkan bisa mencapai sekitar 60 orang dalam satu kelompok yang diasuh satu germo.
Namun, bagi mereka yang memiliki germo lebih terbuka. Biasanya germo yang terlebih dahulu akan berkomu- nikasi dengan para calon pelanggan. Nanti para pelanggan atau konsumen tinggal memilih siapa yang disukai, dengan terlebih dahulu para germo memperlihatkan foto PSK pelajar tersebut. Kalau sudah sepakat dengan pelanggan. Maka germo tersebut akan menghubungi atau meminta para PSK untuk eksekusinya. “ Sehingga nanti sekitar satu pertiga dari nilai transaksi diperuntukkan bagi germo tersebut,” terangnya. Aktivitas eksekusi para PSK pelajar biasa dilakukan berkisar dari pukul 14.00 Wita hingga pukul 22.00 Wita. Namun sebagian besar eksekusi dilakukan pada sore hari. Aktivitas tersebut dilakoni diluar jam sekolah.
Rata-rata pria menggunakan jasa PSK pelajar itu merupakan wisatawan, serta mereka yang relatif berasal dari kalangan kelas menengah ke atas. Tarif yang dipatok para PSK pelajar tersebut agak lebih mahal dari PSK biasa. “ Biasanya mereka sering dipakai wisatawan yang kebetulan berkunjung ke daerah ini,” terangnya.
Aktivitas prostitusi dilakoni para pelajar itu memang tidak diketahui pihak sekolah. Bahkan, orang tua mereka pun tidak mengetahui aktivitas yang dilakoninya.Karena memang aktivitas prostitusi di kalangan pelajar itu berlangsung secara tertutup. Menurut Joko, sangat sulit membedakan, bahkan tidak ada beda pelajar yang nyambi menjadi PSK dengan pelajar pada umumnya. Sehingga untuk bisa mengetahui praktek prostitusi itu terlebih dahulu harus bergaul dan berinteraksi dengan komunitas mereka. “ Mereka tidak serta merta bisa percaya orang baru. Sehingga kita harus berinteraksi dengan mereka,” ucapnya.
Hal ini juga diakui Ita yang menjadi ‘’mami’’-sebutan germo bagi PSK pelajar dan mahasiswi ini. Ita mengaku mencari pelanggan untuk anak buahnya melalui Blackberry Messenger (BBM) maupun aplikasi chating terbaru di Android. Dia juga selektif memilih pelanggannya.
Dia mengaku ada sekitar 30 orang yang tergabung dalam kelompoknya. Sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswi.
‘’ Tarif berkisar antaran Rp 600 ribu sampai 1,5 juta short time. Sejam sampai dua jam itu,’’ tuturnya.
Kalau sudah mendapat pelanggan dan sepakat dengan tarif yang dipatok, Ita akan menghubungi anak buahnya ini dan menemui pria hidung belang ke tempatnya menginap.(tim)
Sumber : http://www.radarlombok.co.id/
EmoticonEmoticon